Gingham Check

Selasa, 14 Januari 2014

[Fanfict] Time To Step Into The Future [Chapter Two]



Author: @OfficialNano27 (#nano)
Genre: Fantasy, Action, Mistery, Horror(dikit kali)

Inspired by: JKT48 and Film-Film sejenisnya._.


Tiba-tiba Melody kehilangan kesadaran saat meneriaki nama Jason. Akicha yang panik pun segera berteriak meminta tolong kepada Shania dan Ivan(kakak Shania). “Ivan, tolong bantu aku” ujar Akicha. Ivan pun membantu membopong tubuh Melody ke kamar Shania.

“Biarkan ia istirahat dikamarmu dulu. Tak apa kan ?” tanya Ivan yang di balas anggukan oleh Shania.

“Kalau sudah selesai, aku ingin melanjutkan pekerjaanku” ujar Ivan.

Mata Shania terbelalak. “Pekerjaan apa ?” Tanya Shania polos.

“Ikutlah denganku ke ruang bawah tanah. Ayo” ajak Ivan. Shania pun menurut dan menuturi Ivan. Sementara Akicha duduk tenang di samping Melody yang belum sadar.
***
“Bagaimana kapten? Apa kau menyetujui kami untuk mengirimkan pasukan 48-A ke Indonesia ?” tanya Ve pada Emir sang pemimpin Agent Pemberantas Zombie di AS.

“Kurasa kita hanya bisa mengirimkan pasukan dalam jumlah sedikit, untuk mengantisipasi lonjakan zombie bila kita memakai banyak pasukan yang nantinya akan tertular Virus Z itu bila tidak hati-hati” ujar Emir.

“Tapi kapten… Zombie itu bukanlah makhluk yang mudah untuk di hancurkan bila dengan jumlah yang sedikit” ujar Frieska kurang sependapat dengan Emir.

“Frieska benar kapten” ujar Sandi.

“Tidak bisa, aku tidak mau mengambil resiko berat jika kita mengirimkan pasukan 48-A ke Indonesia. Aku hanya akan mengirimkan pasukan 48-S ke sana” ucap Emir.

“Lantas, siapa yang akan menjadi ketua dalam pasukan 48-S itu kapten?” Tanya Rafa.

“Akan kupikirkan nanti, namun akan kuberi tambahan 5 orang agar jumlah pasukannya menjadi genap 20 orang” ujar Emir.

“Baik, mengerti kapten” ucap Niko.
***
Shania dan Ivan berjalan di ruang bawah tanah rumah mereka. “Disini gelap sekali kak ? Kenapa kau betah sekali berlama-lama disini ?” Tanya Shania agak risih dengan suasana yang gelap seperti ini.

“Sudah, kau jangan banyak bicara. Kau harus berjalan agak cepat agar tidak tertinggal” ucap Ivan.

“Kak, ini apa ?” tanya Shania ketika Ivan dan dia berhenti disebuah peralatan yang sungguh membuat Shania bingung. Ditambah hanya lampu neon yang menemani ruangan gelap itu.

“Aku akan membuat bom rakitan dengan radius besar yang akan menghancurkan zombie kamfret itu” geram Ivan.

“Hah? Lantas bagaimana dengan Indonesia ? Bagaimana denganku dan dengan kak Akicha bila kita mati terkena bom rakitan milikmu itu ?” tanya Shania panik.

“Kau tenang saja, aku tidak sebodoh itu mengorbankan nyawa adikku dan Akicha” jawab Ivan, Shania nampak tersenyum lega mendengarnya.

“Kau kenal dengan Melody kan ?” tanya Ivan. Shania mengangguk. “Dia lah yang akan menjadi kunci penyelamat bagi kita” ucap Ivan.

“Maksudmu?” tanya Shania agak bingung. “Dia dan pasukannya bisa menyelamatkan kita dengan heli yang mereka punya dari AS. Hanya Heli itulah jalan satu-satunya kita bisa keluar dari kota ini. Kau mengerti?” tanya Ivan.

“Ya, aku mengerti" jawab Shania. “Yasudah bantu aku merakit semua ini, tapi ingat. Jangan sampai bahan peledak ini terbanting atau jatuh terlebih dahulu karena bisa bersifat fatal. Oke ?” Ivan mengingatkan adik kesayangannya itu. Shania mengangguk.
***
Zombie-zombie itu nampak berjalan dengan langkah terseok-seok tak tentu arah, mereka saling berkumpul dan berjalan di kota Jakarta yang sudah tandus ini. Terlihat salah seorang di antara zombie itu yang diam, berbeda dengan zombie-zombie di sekitarnya. Ia dua kali lebih besar, dan tubuhnya sudah bukan lagi kulit. Ia sudah seperti monster yang memimpin di antara zombie-zombie itu. Nafasnya memburu cepat dan terdengar keras, pandangannya sayu dengan mata merah pekatnya. Tetapi ia berbeda. Ia masih bisa memfungsikan otak nya untuk mengingat kejadian masa lalunya. Karena ia adalah orang yang diubah menjadi monster, memori di otaknya tentu tidak 100% hilang seperti zombie kebanyakan.
 
Flashback

Sepasang dua insan itu kini tengah duduk bersandar di bangku taman di bawah pohon. “Aku mencintaimu dengan caraku sendiri, jadi maaf bila selama ini aku kurang bisa menunjukannya padamu. Yakinlah satu hal, bahwa sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu” ujar seorang wanita sambil menggenggam tangan kekasihnya erat.

“Aku tau, aku pun demikian. Tapi, bisakah kau selamanya bersamaku ? Jangan seperti ini, kau menyiksaku. Kau tau ?” ujar kekasihnya itu.

Wanita itu menghela nafas. “Beginilah hidup, ada senang maupun duka. Kumohon mengertilah, hanya ini satu-satunya jalan hidup kita” ujar Wanita itu pelan dan menatap datar rerumputan di hadapannya.

Laki-laki itu hanya diam dan menunduk sedih. “Lantas, apa maksud kata-katamu itu ? Kau bilang kau mencintaiku ? Namun, kenapa seperti ini ? Hah ?” laki-laki itu membentak kasar.

Wanita itu menatap nanar kekasihnya yang kini tengah marah besar padanya. “Seandainya aku tidak mengenalmu, seandainya kita tidak usah di sangkut pautkan dengan kata cinta. Mungkin, kita tidak akan terluka seperti ini” ucap wanita itu.

“Jadi, kau tidak senang bersamaku, begitu maksudmu ? Setelah 5 tahun kita bersama hingga ingin ke jenjang yang serius. Tapi, kau... ah sudahlah” laki-laki itu telah kehabisan kata-kata untuk melukiskan amarahnya.

Berbalik dengan laki-laki itu, wanita itu hanya diam dan nampak tenang. “Bukan itu, aku hanya ingin kita mencintai dengan cara kita sendiri. Walau berbeda jarak dan waktu kuharap rasa cinta itu tidak memudar untukku. Bisakah kau menyimpannya ?” tanya wanita itu. Laki-laki itu sudah tidak bisa berpikir jernih, ia lekas pergi tanpa berkata apapun.
 
Air mata wanita itu pun turun mengalir dan seketika itu pun turun hujan. Hujan itu menemani keadaan wanita itu yang kini tengah sendirian. “Hiks hiks.. Maafkan aku, bukan ini yang ku mau sungguh. Maafkan aku Jason, aku mencintaimu...” gumam wanita itu.

Tak lama, di bawah hujan deras itu pula wanita itu berjalan pulang menuju rumahnya dengan berjalan kaki, membiarkan tubuhnya terguyur hujan lebat. Rasa takut nya akan petir bagai sirna karena kepedihan dan penderitaan nya kini. “Aku akan menjaga hati ini untukmu, aku berjanji padamu” gumam wanita itu lagi.
***
Hari itu pun tiba. Dimana wanita itu harus meninggalkan tanah kelahirannya Jakarta, Indonesia. Meninggalkan segala kisah hidupnya disini. Tubuhnya yang tidak terlalu tinggi itu berjalan menuju bandara dengan ditemani beberapa kerabat dan kedua orang tuanya. Namun, ia hanya butuh satu orang untuk ada disisinya kini. Ya, sang kekasih yang kini tidak ada disisinya. “Hmm, Sudah kuduga ia akan semarah ini” lirih wanita itu.
 
“Melody ? Ada apa ?” tanya para kerabatnya.

“Ah tidak, tidak ada apa-apa” jawabnya.

“Yasudah, ayo kita pergi” ajak kedua orangtua wanita itu membawa putrinya pergi meninggalkan Jakarta.

"Selamat tinggal Jakarta. Sampai jumpa di lain waktu, kumohon lindungilah dia, semoga ia masih bisa menjaga hatinya untukku" batin wanita itu.

Tanpa sadar laki-laki itu sedari tadi memperhatikan kepergian kekasihnya. Meski ia tidak turut hadir di dekatnya, namun laki-laki itu tetap menyempatkan hadir untuk melihat kekasihnya.

“Aku disini, akan terus menjaga hatiku untukmu Melody, selamanya...” ucap laki-laki itu.
***
3 tahun berlalu…

Seorang laki-laki dengan setianya menunggu sang kekasih di bandara. Ia berpikir hari ini adalah kepulangan sang kekasih, sama seperti hari hari sebelumnya. Laki-laki itu terus menanti di bandara itu. Namun, hasilnya tetap sama. Wanita itu belum kembali ke dalam dekapannya, belum kembali untuk mengisi relung hatinya yang kini kosong. “Aku akan terus menanti. Walau letih, aku akan tetap menantimu” yakinnya. Perlahan, keyakinannya itu memudar sepudar rasa kuat cintanya pada sang kekasih. Kini rasa lelah itu sudah berhasil menggoyahkan tekadnya.
 
“Kurasa ini akhir dari segalanya” ucap laki-laki itu. Ia berjalan tak menentu arah hingga ia sampai di atas jembatan yang di bawahnya terdapat air mengalir dengan deras.

“Akankah aku harus mengakhiri hidup dengan seperti ini ? Menantimu adalah hal yang sulit Melody...” batin laki-laki itu. Pandangannya kabur, namun untungnya ada seseorang yang segera menangkap tubuhnya agar tidak tercebur. Dengan segera seseorang yang menolong laki-laki itu pun segera membawanya kerumah sakit mengingat ia memakai seragam kedokteran.

Tak lama mata laki-laki yang pingsan itu pun terbuka. Ia mengedarkan pandangannya pada sesuatu yang asing baginya. “Dimana aku ?” tanyanya.

Seseorang yang menolongnya yang tak lain adalah seorang dokter pun duduk diam di kursi tugasnya. “Apa ingatanmu seburuk itu ? Hingga tidak bisa mengenali tempat semacam ini ?” tanya dokter itu.

“Ahh..." ucapnya memegang kepalanya yang berdenyut kencang.

“Tenanglah, aku akan segera menolongmu” ucap sang dokter.

Setelah cukup lama, laki-laki itu pun kembali sadar saat kepalanya berdenyut dengan keras seperti itu. “Apa masih sakit ?” tanya dokter itu, laki-laki itu hanya menggeleng perlahan.

“Apa kau tau penyakitmu itu apa ?” tanya sang dokter.

Laki-laki itu hanya menggeleng pelan. “Kau menderita kanker otak stadium akhir, maaf jika ini kabar buruk yang tak ingin kau dengar” ujar dokter itu.

Laki-laki itu hanya diam meratapi nasib buruknya setelah ditinggal kekasihnya, kini ia harus menanggung penyakit ia derita. “Hahahaha…” laki-laki itu secara sepontan tertawa geli hingga harus memegang perutnya.

“Hey, nak. Kau kenapa ?” Tanya dokter itu. “Hidupku sudah hancur, hahahaha. Kini tidak aku tidak berguna lagi. Melody milikku sudah pergi, dan kini aku harus menderita sakit separah ini. Hahahaha” ucap laki-laki itu sambil tertawa tidak jelas.

Tawanya kini disusul oleh tangisannya. “Hiks hiks, kenapa kau pergi meninggalkanku ? Apa kau tidak mencintaiku ? Dan kenapa aku harus menderita penyakit laknat ini. Hah ? Kenapa ?” laki-laki itu berteriak seperti orang gila yang tidak mau dikurung.

Ia meronta-ronta dan terus bergumam tidak jelas. Sang dokter pun dengan terpaksa menyuntikan obat penenang pada tubuh laki-laki itu. “Huh, syukurlah. Akicha, cepat ambilkan obat bius satu lagi” perintah dokter itu yang tak lain adalah Dr.Marcel.

“Baik dokter” ucap Akicha yang saat itu menjadi suster di rumah sakit itu.

“Lebih baik, kulanjutkan saja tugasku” gumam Marcel berjalan keluar ruangan itu dan menuju ruang bawah tanah yang bersembunyi di lorong gelap rumah sakit.

Akicha yang secara tidak sengaja melihat tingkah laku dokter itu yang mencurigakan pun mencoba mengikutinya. “Mau kemana dia itu ?” tanyanya pada dirinya sendiri.

“Kau jangan bersembunyi disitu. Masuklah dan bantu aku” ujar Marcel yang mengetahui Akicha tengah mengikutinya secara diam-diam.

"Euh, iya baik" Ujar Akicha. “Ambilkan air raksa di wadah itu, kemudian campurkan dengan botol berwarna hijau dan teteskan dengan botol berwarna merah itu” ucap Marcel memberi perintah.

Akicha yang tidak tahu apa-apa hanya bisa diam mengikuti kemauan Marcel. “Obat apa ini ya ?” tanya Akicha dalam hati.

Setelah selesai Akicha mencoba mengecek dengan mikroskop di ruang kerjanya sendiri. Ya, Akicha secara diam-diam mencuri botol itu dengan menuangkannya sedikit pada botol yang tidak terpakai. Ia pun menguji sample darah di dalam botol bening polos itu. “Aneh ? Kenapa ada hitam-hitamnya di darah ini ? Sesuatu mikroba yang sangat kecil namun terlihat mudah untuk berkembang biak dan membelah diri dengan cepat” gumamnya dalam diam.
 
“Apa aku harus melakukan uji coba ?” tanyanya pada dirinya sendiri. “Sepertinya itu harus" ucapnya. Ia pun mengambil tikus putih di dalam sebuah kandang dan menyuntikan sample darah itu. Seketika tikus putih itu mati dan tak lama bangun kembali. Tetapi, ada perubahan secara fisik yang terjadi pada tikus itu. Matanya berubah menjadi merah, degup jantungnya bekerja dengan cepat, dan di dalam darah sang tikus terdapat hitam-hitam seperti lintah, namun bukan lintah yang terdapat pada sample itu.
 
“Aneh, kenapa darah tikus ini menjadi kotor ? Dan jelas sekali ada perubahan fisik disini. Apa mungkin ada unsur kelalaian disini ? Atau jangan-jangan inilah yang dimaksud dengan pekerjaannya ?” batin Akicha.

Akicha dengan asal memancing tikus itu dengan sebuah daging sapi yang dipotong dadu. Dengan cepat dan beringas tikus itu lekas memakan daging itu tanpa tersisa. Akicha pun memberi sebuah pancingan lagi berupa seekor tikus putih lagi. Ternyata tikus yang tertular virus itu pun segera menggigit tikus yang belum tertular virus itu. Dan tikus yang belum tertular pun kini sudah tertular.
 
“Ya Tuhan ? Apa ini ? Ada apa sebenarnya” Akicha panik. Ia pun segera menutup kotak yang berisikan tikus yang sudah terinfeksi virus Z itu dan membuangnya di tempat sampah. Tetapi, setelah beberapa saat ia membuang kotak itu. Tikus itu berhasil melarikan diri dan langsung menggigit warga. Belum terjadi pokok permasalahan disitu. Karena puncak nya adalah 'Jason'. Laki-laki tinggi dan tampan yang kini harus di sulutkan dengan 1 pilihan. Yaitu harus mengakhiri nyawanya sendiri, itu lah pemikirannya.
 
“Kau sudah sadar ?” Tanya Marcel. Jason mengangguk pelan.

“Aku ingin mati” ucap Jason. “Baiklah. Apa kau mau menolongku? Inilah satu-satunya cara agar kau bisa mati tanpa rasa sakit yang berlebihan” ucap Marcel membohongi laki-laki itu.
 
“Baiklah, aku akan menerima tawaran itu” ucapnya yakin.

“Diam disini, aku akan mengambilkan obatnya” ujar Marcel. Ternyata ia mengambil sample yang sama persis dengan sample yang di curi oleh Akicha. Sample yang sudah tertular virus Z.

“Ini tidak akan sesakit biasanya, hanya mungkin sakit sedikit saja” ucap Marcel menenangkan laki-laki itu agar tetap mau pada tekad bulatnya, yaitu mati.

Suntikan dengan sample darah yang full itu pun langsung masuk hingga habis kedalam tubuh laki-laki itu. Akicha yang sedari tadi mengawasi gerak gerik mencurigakan dari dokter Marcel pun hanya bisa bungkam. Sudah terlambat pikirnya. Ia pun segera keluar dan pergi menjauh dari rumah sakit itu. Namun, saat ia baru membuka knop pintu rumah sakit. Ia sudah di kejutkan dengan manusia manusia yang bisa di bilang baru tertular Virus Z itu. Jumlah yang tertular pun masih sedikit.
 
“Ah, bagaimana ini ?” batin Akicha. Ia pun berlari menjauh. Namun ketika ia berlari ia terjatuh. Dan kawanan kanibal itu pun mencoba berlari mendekati Akicha untuk memakan daging tubuh Akicha yang kelihatan masih segar itu.

“Mana mungkin aku bisa menghabisi ini sendirian ? Tidak ada cara lain” ujarnya pada dirinya sendiri. Ia pun dengan cepat menggorok leher salah seorang zombie yang jaraknya sangat dekat dengannya. Ya, hanya bermodalkan sebuah pisau Akicha mampu menyelematkan dirinya. “Yia!!” teriak Akicha ketika ia sudah berhasil membunuh 5 zombie sekaligus. Ia pun mencoba mencari akal agar ia terbebas dari kawanan zombie yang kini mendekat kearahnya.
 
“Tidak ada cara lain” batinnya. Ia pun merobek tubuh salah seorang zombie hingga terbelah dan memperlihatkan setiap organ dalamnya. Akicha melumuri tubuhnya dengan darah itu kesetiap inchi tubuhnya. Ia melihat jantung dari zombie yang telah mati itu terus berdegup cepat. Ia pun mencoba mematikan jantung itu dengan cara menusuk hingga darah dari jantung itu muncrat melumuri wajah Akicha. “Ish, menjijikan” ujarnya risih.
***
Sesaat setelah laki-laki itu tersuntik, ia nampak kembali tertidur. “Semoga aku berhasil menemukan sebuah penelitian terbaru” gumam Marcel bangga.

Namun, beberapa saat kemudian ketika Marcel membalikan tubuhnya menghadap Jason.
“Kemana orang itu ?” tanya Marcel ketika didapatinya tempat tidur Jason kosong. Ia pun mencoba mencari laki-laki itu dengan hati-hati, ketika ia berbalik…
 
“Aaaaaaaaaaahhh……” Marcel menjerit karena Jason menggigit leher Marcel dan merobek lehernya hingga daging merah segar itu pun terlihat. Darah Marcel mengucur deras hingga akhirnya ia tewas.
 
“Kau yang mengubahku, kau juga yang harus menanggung semua ini” batin laki-laki itu.

Flashback Off

“Besok. Ve, Della, Harry, Peter, Christian, Jonathan, Reza, Billy, Michael, Via akan masuk kedalam 48-S A. Dan Yuvi, Arthur, Niko, Ghaida, Nicki, Vinny, Nara, Evan, Kevin, dan Julius akan masuk kedalam tim 48-S B. Mengerti ?” ujar Emir memberi arahan.

“Oh iya, dua hal lagi yang ingin kuberitahu kepada kalian semua. El , Sally, Frieska, Al, dan Rif akan bertugas pada system computer kita yang sudah tersambung pada alat komunikasi untuk tim 48-S A maupun B. Dan untuk mengantisipasi adanya korban dari virus-Z di tim 48-S ini. Aku akan mengirimkan Tata, Lidya, Sandi, San, Leech, dan John yang akan ikut dalam tim 48-S. Karena mereka merupakan peneliti terhebat di AS yang bisa membantu tim ini menjalankan tugasnya, mengerti ?” ucap Emir panjang lebar.

Semua pun mengangguk. “Ini sungguh sulit ? Aku tidak yakin bisa melakukannya atau tidak” ucap Evan pelan.

“Ish, kau ini kenapa mudah sekali menyerah hah ? Kita saja belum berjuang. Masa sudah menyerah duluan” ujar Nicki.
“Yasudah, ayo kita bersiap-siap. Pagi-pagi sekali kita harus sudah sampai disana.” ujar Ve.

“Sepertinya ada tambahan lagi” ucap Emir tiba-tiba. “Ada apa ?” tanya semuanya.
 
“Untuk untuk tim 48-S A akan di ketuai oleh Ve dan wakilnya Petter. Dan untuk tim 48-S B akan di ketuai oleh Yuvi dan wakilnya Arthur. Mengerti ?” tanya Emir lagi.

“Mengerti kapten!” ucap semuanya serentak. "Kenapa harus aku yang menjadi ketua ? Ah, ini sungguh berat sekali” ucap Yuvi lemas.
 
“Yuvi, kita jangan menyerah dulu. Fighting! Haha” ucap Della menyemangati sahabatnya itu.


- BERSAMBUNG -

[Chapter One] Klik Ini Aja 
[Chapter Three] Klik Ini Aja
[Chapter Four] Klik Ini Aja 

1 komentar:

  1. [-( itu zombie nya kaya kyojin ,tubuhnya 2x lbh besar ,tubuhnya bkn lgi kulit. itu kyojin urat namanya hahaaa.

    BalasHapus