Gingham Check

Kamis, 16 Januari 2014

[Fanfict] Time To Step Into The Future [Chapter Three]


Author: @OfficialNano27 (#nano)
Genre: Fantasy, Action, Mistery, Horror(dikit kali)
Inspired by: JKT48 dan Film-Film sejenisnya._.


Pagi-pagi sekali kedua tim itu pun berangkat, menuju lokasi tempat Melody berada. “Apa semua sudah siap ?” Yuvi memandu timnya, begitupun Ve. Semua mengangguk.
Emir menatap penuh khawatir pada anak buahnya. “Berhati-hatilah” ucap Emir.

Semuanya tersenyum mengangguk dan helikopter pun tiba, terdiri dari 2 helikopter. “Jaga dirimu baik-baik, Yuvi..” Ve memeluk Yuvi pelan. Begitupun sebaliknya.

Helikopter 48-S A dan B telah mendarat dengan sempurna. Melody, Akicha, Shania, dan Ivan pun bergegas menghampiri mereka.

“Apakah mereka diutus untuk membasmi para kanibal itu?” tanya Ivan. Melody mengangguk pelan. Shania hanya menatap nya dengan tatapan datar. Tidak terbesit perasaan suka dalam dirinya.

“Melody” Ve berlari kecil dan memeluk Melody. “Aku merindukanmu. Apa kau baik-baik saja ?” tanya Ve.

Melody tersenyum dan mengangguk. Della menatap Akicha, Shania, dan Ivan secara bergantian. “Melody, siapa mereka?” tanya Della.

“Namaku Akicha, ini adikku Shania, dan ini saudaraku Ivan.” ucap Akicha, Della hanya mengangguk mendengarnya.

“Oh iya, kami juga membawakan beberapa senjata untuk kalian. Senjata itu ada di helikopter, ambilah. Siapa tau kalian membutuhkannya” ucap Christian tiba-tiba.

Shania berjalan mendekati helikopter itu dan mengambil sebuah sniper buatan Italia. “Selera yang bagus” ucap Julius, Shania hanya tersenyum singkat dan bergerak pergi. "Sombong sekali gadis itu" ucap Julius.

“Ini untukmu, ambilah” Billy melempar sebuah shotgun pada Ivan. Ivan menerimanya dengan ramah.

“Apa kau memerlukan senjata juga ?” tanya Niko, melihat Akicha yang begitu menawan dan cantik. Sebuah cinta pada pandangan pertama rupanya.

Akicha mengangguk pelan dan tersenyum cantik. “Sepertinya,” ucapnya. Niko mengambilkan sebuah pistol untuk senjata Akicha.

 Akicha menerimannya. “Apa ada pisau dipersenjataan kalian ?” tanya Akicha. Niko mencari sebuah pisau di persenjataannya dan menggeleng.

“Kalian juga membutuhkan sebuah pisau, atau setidaknya alat yang bisa menyayat kulit” ucap Akicha.

“Maksudmu?” tanya Petter yang sepertinya tidak paham pada perkataan Akicha.

“Kanibal itu atau yang sering disebut zombie adalah makhluk yang ganas. Dia bisa saja merobek-robek tubuh kalian dan memakannya tanpa meninggalkan sisa. Apabila kalian tergigit walau hanya seujung jari pun, kalian bisa berubah seperti mereka. Namun secara bertahap” jelas Akicha.

“Dia siapa ? Kenapa dia begitu tau akan makhluk itu?” tanya Arthur pada Melody yang tengah sibuk mengisi peluru pada senjatanya.

“Akicha, sekertaris dari dokter Marcel. Orang yang menyebabkan kekacauan ini” jelasnya.

“Kalau dia sekertarisnya, apa dia juga yang menyebabkan kekacauan ini?” Jonathan angkat bicara. Melody menggeleng. “Tidak. Dia hanya ingin menyelamatkan semuanya, dia tidak sejahat yang kau kira Jonathan” ucap Melody.

“Bagaimana rencana kita ? Bisakah kita membuat strategi untuk menyerang para kanibal itu?” tanya Vinny.
“Ikut aku” semua pun mengikuti Akicha, ia mengambil sebuah peta berisikan semua tempat di Jakarta. Dia menjelaskan strategi usulannya. Dan semua mengerti akan strategi itu.

“Besok pagi kita akan menjalankan misi kita” jelas Ivan.

***
Semua beristirahat di rumah Akicha. Meski sudah malam, Melody masih terjaga dari tidurnya. Dia tidak bisa tidur, ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. “Kau belum tidur, kak ?” tanya Shania yang ikut berdiri disampingnya melihat kearah luar jendela.

"Apa kau bilang tadi ? Kak ?" tanya Melody. "Iya, memangnya tidak boleh ? Yasudah" ucap Shania acuh.

Melody menggeleng dan tersenyum. “Hmm, terserah kau saja. Sepertinya aku belum mengantuk. Bagaimana denganmu ? Beristirahatlah, bukankah besok kita harus menjalankan misi kita ?" ujar Melody.

“Aku bukan anak kecil yang harus diperintah-perintah. Aku tau apa yang harus ku lakukan.” Shania pun berjalan keluar rumah.

"Ish, anak itu" batin Melody berdecak sebal. “Kau terlalu keras kepala” celetuk Melody berjalan menyusul Shania dan duduk dibalkon berhadapan.

Shania menatapnya. “Aku hanya tidak ingin menjadi sosok bayangan yang tidak berguna. Aku ingin menjadi diriku sendiri” bela Shania.
 
“Hmm, terserah kau” Melody pun pergi meninggalkan Shania.
*** 
Pagi ini, semua berkemas sebelum akhirnya mereka meninggalkan rumah Akicha untuk pergi menjalankan misinya. “Sepertinya kita harus pergi ke pedesaan terdekat untuk mengevakuasi apakah masih ada korban yang selamat” ujar Ivan.

Mereka menaiki helikopter masing-masing dan bergegas untuk pergi kepedesaan. Mata mereka mengawasi sekeliling mereka. Takut, jikalau dirinya bisa menjadi santapan buas para zombie itu.

“Sepertinya kita harus berpencar. Akicha kau dan Ivan ikut tim 48-S A, dan Melody dengan Shania ikut 48-S B. Mengerti ?” ucap Ve.

Ve memasang sambungannya pada Sally, El dan Rif. Sedangkan tim Yuvi memasangkan sambungannya pada Lidya dan Fariz. Alat komunikasi mereka pakai masing-masing.

“Apa kalian mendengarku ? Test..Test.. Halo, jawab aku” Rif dari sebrang mengecek ulang, apa alat itu berfungsi atau tidak. “Ya Rif. Kami mendengarmu” ucap Niko.

“Untuk Tim 48-S B, apa kalian mendengarku ?” tanya Fariz. “Ya, kami mendengarmu” ucap Nara.

“Baiklah, apa kalian siap ? Mari berpencar, jangan lupa. Bila ada bahaya mengancam, kembalilah ke tempat awal dan langsung menuju helikopter” ucap Yuvi. Tim 48-S A berjalan ke arah barat, sedangkan Tim 48-S B berjalan ke timur.
***
Tim 48-S A
 Mereka berjalanan beriringan diketuai oleh Ve dan wakilnya Petter. Via nampak gusar, karena sedari tadi mempunyai firasat buruk. “Tunggu” ucap Akicha.

Semuanya pun berhenti, menatap bingung pada Akicha. “Dengarlah,” Akicha menghimbau semuanya untuk tetap tenang dan mendengarkan sebuah suara.

Suara pejalan kaki yang mendekat kearah mereka, namun bukan hanya 1-5 orang. Sepertinya pejalan kaki lebih dari 50 atau bahkan lebih. “Berhati-hatilah, jangan timbulkan suara yang memancing kedatangan mereka” ucap Ivan pelan. Semuanya pun mengikuti petunjuk Ivan.

Mereka pun bersembunyi di sebuah rumah tua. Mereka dengan hati-hati mengintip beberapa kanibal yang tengah berjalan di luar halaman. Kanibal itu sepertinya menyadari bahwa ada ‘mangsa’ disekitarnya. Mereka terlihat mempertajam indra penciuman mereka dan menyadari bahwa salah satu rumah tersebut terdapat manusia yang masih hidup yang akan menjadi santapan mereka.
Mereka terlihat berlari kearah rumah itu. “Bagaimana ? Semua gerombolan zombie itu menuju kemari” panik Via. Namun, Reza berusaha membuatnya tenang agar tidak berisik.

“Mari kita cari, apakah ada sebuah pintu rahasia di rumah tua ini ? Siapa tau itu bisa jadi penyelamat kita” Ivan dan yang lain menggeledah rumah tersebut dengan cepat sebelum para zombie itu menghampirinya.

Reza menemukan sebuah tangga rahasia diatap rumah. Dia pun berusaha untuk menaiki tangga itu. “AHH!!” pekiknya, saat dia berada di atap rumah tua itu. Seseorang menggigitnya membuatnya kesakitan. Dia berusaha menjauh dari orang itu, namun orang itu berusaha untuk menyerang Reza untuk disantapnya.

Teriakan Reza tadi menyita perhatian para zombie. Dan mereka pun berlari memasuki rumah tua itu. “Ayo, Lari!” ucap Ve. Mereka berhamburan keluar, namun Via terjatuh saat berlari dia pun akhirnya digigit oleh puluhan zombie itu~

Dengan berat hati, mereka meninggalkan Reza dan Via. Karena keduannya telah digigit oleh zombie. Dan tidak ada cara untuk menyembuhkannya.

Yang lain terlihat berlari sekuat tenaga menghindari para manusia kanibal yang berjalan mengejarnya. “Hahh…Hah…Hah… Aku lelah” Della mengeluh, karena telah berlari-lari sedari tadi.
“Ayo. Sekarang, bukan waktu yang tepat untuk mengeluh” Peter menyemangati Della.

“Check-Check, apa kalian ada yang mendengarku ?” tanya Sally dari sebrang sana. “Iya, ada apa ?" tanya Jonathan menjawab panggilan Sally.

“Situasi tidak aman, cepatlah berlari ke arah utara. Karena didepan kalian banyak terdapat para zombie" jelas Sally, semua pun mengikuti ucapannya dan berlari kearah utara.
***
Tim 48-S B
Melody berjalan dengan yang lainnya menuju sebuah hutan. Disana mereka nampak terlihat duduk-duduk bersantai sambil mempersiapkan persenjataan mereka. Mengecek kembali, apakah peluru di senjata mereka habis atau tidak.

Shania terlihat berjalan menjauh, membuat Melody menegurnya. “Kau ingin pergi kemana Shan ?” tanya Melody. Tetapi Shania tidak memperdulikan panggilan-panggilan Melody kepadannya. Dengan terpaksa, Melody mengikuti Shania dari belakang. Melody terlihat bingung ketika Shania berhenti seketika.

“Hey, kau kenapa ?” tanya Melody. “Sepertinya, aku mendengar sesuatu” jawabnya.

“KYAAAAAAA!" ‘DORR! DOR! DOR!!’ suara senjata senapan itu terdengar ditambah suara seseorang. Shania dan Melody berlari mengejar darimana arah itu berasal. Ternyata, teman-temannya yang telah diserang para zombie.

“Astaga! Shania, siapkan senjata milikmu!” Melody pun menarik pelatuk snipernya dan mengarahkannya pada zombie yang menggigit Ghaida.

‘DOORR!’ zombie itu pun mati seketika, namun Ghaida sudah tergigit oleh zombie itu. Dia melihat beberapa temannya yang telah tergigit zombie seperti Arthur, Evan, Kevin, dan Ghaida.

“Sebaiknya kita mundur! Jumlah mereka terlalu banyak” pekik Yuvi. Mereka yang masih selamat pun lari sekuat tenaga menghindari para zombie itu dan mereka memutuskan untuk kembali ke helikopter.
***
Tim 48-S A
Mereka sudah sampai terlebih dahulu di helikopter. “Bagaimana ? Apa kita harus pergi meninggalkan Tim B ? Karena, bila kita menunggunya. Aku takut, para zombie itu menyerang kita kembali” ucap Billy.

“Tidak! Kita harus tetap menunggu Tim B, bagaimanapun keadaannya” jelas Ve.

Hampir 20 menit mereka menunggu, dan tibalah orang-orang yang sudah mereka tunggu dengan jumlah berkurang pastinya. “Dimana Ghaida, Arthur, Evan, Kevin ?” tanya Michael.

“Dia, sudah mati tergigit oleh zombie” jelas Shania. “Tidak mungkin...” lirih Michael saat mendengar para temannya yang sudah tewas.
 
Melody melirik kekelompok A “Reza dan Via, pergi kemana ?” tanya nya. Ve menggeleng pelan. “Mereka sudah tewas tergigit”.

“Yasudah! Ayo kita harus pergi ke negara Jepang. Sepertinya, ada beberapa kota yang masih belum terserang" ucap Akicha. Dia mendapat kabar itu dari Rif. Mereka pun bergegas untuk pergi ke Tokyo, Jepang.
***
Selama perjalanan, mereka nampak terlihat mengistirahatkan tubuh mereka. Ada yang tengah tertidur, makan, minum, bercerita. “Lidya, bisakah kau melacak apakah di Tokyo aman ?” pinta Melody.
“Tunggu sebentar” “Ada beberapa tempat yang aman, dan sisanya sama saja seperti Jakarta” jelasnnya.
 
“Tempat mana yang aman?” tanya Shania. “5 kilometer dari Tokyo kesebelah selatan” jelas El, menjawab pertanyaan Shania.
 
“Oke, baiklah” Melody memutuskan sambungannya. “Kemana kita akan pergi?” tanya Michael. “5 kilometer kearah selatan dari Tokyo” jawab Melody.
***
Setibanya mereka ditempat yang dimaksud. Mereka turun dari helikopter dan melihat keadaan sekitar. “Kota ini aman, sepertinya belum terserang wabah itu” komentar Billy, Shania mengangguk setuju.

“Apa tidak sebaiknya kita mencari bahan makanan untuk persediaan ?” usul Jonathan.

“Benar kata Jonathan. Kita tidak mungkin tidak makan selama berhari-hari ditambah persediaan kita yang menipis” ucap Petter.

“Begini saja. Christian, Michael, Petter, dan Niko. Kalian berempat pergi ke swalayan terdekat. Dan tetaplah berhati-hati” ucap Ve.

“Hmm, baiklah” mereka berempat pun bergegas menuju swalayan.

Setibanya mereka berempat diswalayan, mereka tengah memasukan beberapa makanan, minuman, obat-obatan kedalam keranjang. Swalayan ini sepi tanpa pengunjung dan penjaga kasir pun tidak ada. Jadi mereka dengan bebasnya mengambil keperluan yang mereka suka.

Christian meneguk habis 1 botol air mineral. Begitu leganya dia saat rasa haus nya sudah hilang.

‘Krekk...’ sebuah suara mengejutkannya Michael yang mendengarnya. Ia berusaha mencari darimana asal suara itu. "Sepertinya, dari pintu itu" batin Michael. Saat Michael membuka knop pintu…….


- BERSAMBUNG -

[Chapter One] Klik Ini Aja
[Chapter Two] Klik Ini Aja
[Chapter Four] Klik Ini Aja

0 komentar:

Posting Komentar